Jumat, 22 Mei 2009

Menag : Jangan Jadikan Agama Sebagai Beban

Denpasar,20/5(Pinmas)--Jika agama tidak menyentuh kebutuhan umat, maka agama itu berangsur-angsur dipinggirkan oleh umatnya sendiri, bahkan dianggap sebagai beban bukan sebagai knopi lagi bagi masyarakatnya.

Demikian penegasan Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni ketika membuka Temu Karya Ilmiah dan Lomba Keterampilan Akademik Perguruan Tinggi Hindu seluruh Indonesia di gedung Ksirarnawa, Art Centre, Denpasar, Rabu malam.

Hadir dalam kesempatan itu Gubernur Bali Pastika, Made Mangku Pastika, Direktur Jenderal Bimas Hindu Prof. Dr. IB Yudha Triguna, para rektor dan pimpinan Perguruan Tinggi se-Bali. Sekitar 1.000 orang hadir dalam acara pembukaan tersebut yang dimeriahkan tarian dari umat Hindu Kalimantan Tengah (Kalteng) Kahariangan dan tari Barong dari Universitas Hindu Bali.

Sebelumnya Menag dalam kesempatan itu menyampaikan apresiasi kepada Dirjen Bimas Hindu dan seluruh jajarannya dan panitia penyelenggara atas pelaksanaan kegiatan ini, yang salah satunya diisi dengan memperebutkan piala bergilir Menteri Agama RI untuk pertama kalinya.

Ia berharap Temu Karya Ilmiah ini dapat menjadi wahana dalam meningkatkan kualitas dan prestasi dosen serta mahasiswa, sehingga mampu melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif bagi pengembangan Perguruan Tinggi Hindu, sesuai dengan konteksnya.

Pertimbangan kontekstual menjadi demikian penting dalam pengembangan dan aplikasi agama, karena jika agama tidak menyentuh kebutuhan umat, maka agama itu berangsur-angsur dipinggirkan oleh umatnya sendiri, katanya.

"Agama akan dianggap sebagai beban bagi masyarakat bukan sebagai knopi bagi masyarakatnya," katanya.

Itu sebabnya dalam setiap pembinaan agama perlu diperhatikan aspek kontekstual, terlebih lagi kondisi umat masing-masing agama terdiri atas berbagai latar belakang etnis dan kebudayaan yang beragam.

Melalui Temu Karya Ilmiah ini, ia juga berharap kepada para Pengelola Perguruan Tinggi termotivasi untuk memelihara semangat dan pengabdian dalam dunia Pendidikan. Regulasi mengenai pendidikan senantiasa digulirkan dengan target yang labih baik, ia menegaskan.

Akibatnya, setiap pengelola Perguruan Tinggi diharuskan untuk mengikuti regulasi yang ada, jika tidak ingin ketinggalan mutu pendidikannya. "Jadikan momentum ini sebagai sarana mengejar kemajuan dan prestasi," katanya mengimbau.

Sebab, kompetisi dalam arti pengembang ilmu dan wawasan pengetahuan merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas pengelolaan Perguruan Tinggi.

Ia menjelaskan, penjaminan mutu pendidikan merupakan suatu konsep dalam manajemen mutu pendidikan yang sedang dikembangkan. Dalam penerapannya, setiap lembaga pendidikan diarahkan agar memberi jaminan bahwa pelayanan pendidikan yang diberikan kepada masyarakat dapat melebihi harapan.

Untuk menghindari disparitas mutu pendidikan lintas Perguruan Tinggi dan lintas daerah, menurut dia, para Pengelola Perguruan Tinggi harus mampu mengembangkan proses pembelajaran serta kurikulum yang komprehensif, sehingga Pendidikan Tinggi Hindu tidak hanya menghasilkan kecerdasan intelektual (IQ), tetapi juga kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) secara harmonis.

Karena itu ia yakin "Temu Karya Ilmiah dan Lomba Keterampilan Akademik Perguruan Tinggi Hindu Seluruh Indonesia" ini mampu mensinergikan ketiga kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.

Dengan demikian, Perguruan Tinggi Hindu dapat berperan sebagai pendorong pertumbuhan dan daya saing bangsa melalui pemanfaatan inovasi pengetahuan, teknologi dan seni, kata Maftuh Basyuni. (ant/ts)

Pegawai Negeri Bakal Terima Gaji Ke-13

Jakarta,20/5 (Pinmas)--Pemerintah tengah menyiapkan pembayaran gaji ke-13 sekitar Juni untuk pegawai negeri dalam upaya peningkatan kesejahteraan pegawai negeri.

"Gaji ke-13 akan disediakan sesuai dengan prosedur setiap tahunnya," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Menkeu menyatakan hal itu usai rapat kerja dengan Komisi XI DPR membahas RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) di Jakarta, Senin.

Pemerintah biasanya membayarkan gaji ke-13 pegawai negeri pada sekitar bulan Juni sehingga dapat membantu biaya pendidikan bagi pegawai negeri yang anaknya masuk sekolah atau memasuki tahun ajaran baru.

Sementara itu mengenai pengganti Dirjen Pajak, Darmin Nasution yang telah terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Menkeu menolak menjawab pertanyaan itu.

"Saya tidak bicara soal pengganti Pak Darmin, nanti kalau sudah selesai saya sampaikan," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Menkeu juga mengungkapkan bahwa dengan perkembangan harga minyak internasional saat ini (sekitar 60 dolar AS per barel), maka pemerintah sudah kembali memberikan subsidi atas harga premium yang saat ini sebesar Rp4.500 per liter.

"Dengan harga yang sekarang, harga premium sudah disubsidi lagi, mekanisme penyaluran subsidi BBM ke Pertamina itu sudah ditetapkan setiap bulannya," katanya.

Sementara mengenai dampaknya ke APBN, Menkeu menyatakan pengaruhnya pasti ada namun sesuai siklus anggaran, dampak perubahan/kenaikan harga minyak itu disampaikan ke DPR pada pertengahan tahun.

"Nanti akan disampaikan kepada dewan pada pertengahan tahun ini dalam bentuk laporan semester, nanti akan kita laporkan pada dewan perubahan-perubahan asumsi makro," katanya. (ant/ts)

Selasa, 19 Mei 2009

Depag Persiapkan PMA Khusus Pesantren

Jakarta,19/5(Pinmas)--Departemen agama saat ini tengah menyiapkan dan menggodok dua Peraturan Menteri Agama (PMA) mengenai Pendidikan Diniyah dan pesantren. Ini ditegaskan Direktur pendidikan diniyah dan pesantren Depag, Choirul Fuad dalam perbincangan dengan Republika di Jakarta, Selasa (19/5).

``Jadi dua Peraturan Menteri Agama itu masih dalam proses. Kami tengah menyiapkan berbagai draft. Diharapkan pada Oktober 2009, dua PMA ini sudah bisa rampung,`` tegas Fuad. Bahkan nantinya menurut Fuad, dalam kedua PMA tersebut juga akan diatur mekanisme ujian atau syarat ujian bagi kalangan pendidikan diniyah dan pesantren.

Saat ditanya apakah nantinya dalam PMA tersebut juga akan mengakomodir poin-poin yang telah diusulkan kalangan pesantren, Fuad menegaskan tentu saja. Hasil pertemuan dengan sejumlah pimpinan pondok pesantren pada Halaqoh di UIN Malang pekan lalu, menurut Fuad, pihaknya banyak menerima masukkan. ``Jadi kami akan menyusun kembali draftnya, termasuk usulan-usulan yang disampaikan tentu saja akan kami akomodir. Jadi kami akan membuat tim kecil untuk terus dalam upaya merampungkan dua PMA ini,`` papar Fuad.

Diakui Fuad, jika pendidikan diniyah dan pesantren disatukan dalam satu PMA, sangat sulit sekali. ``Karena memang secara substantif dan secara kultur, mereka berbeda,`` ungkap Fuad.

Menurut Fuad, kalau di pendidikan diniyah, relatif homogen dan cenderung lebih mudah. ``Namun kalau di pesantren, khan saat ini saja ada sekitar 21.500 pesantren dengan ragam yang luar biasa. Dengan demikian butuh waktu yang lebih dalam pembahasannya,`` katanya.

Sebelumnya, kalangan pondok pesantren se-Indonesia meminta Menteri Agama untuk segera mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) khusus yang mengatur pondok pesantren. Ini ditegaskan KH Muhammad Idris Jauhari, pengasuh Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, Sumenep, Madura, Jatim nenerapa waktu lalu.

``Pendidikan pesantren tidak sama dengan pendidikan diniyah. Kami harap Menteri Agama segera mengeluarkan Peraturan Menteri Agama tentang Pesantren Mu`adalah yang terpisah atau berbeda dengan Madrasah Diniyah,`` tegas kiai Idris.

Dikatakan kiai Idris bahwa ini setelah kalangan pesantren memperhatikan perkembangan pesantren yang sangat pesat di tengah-tengah masyarakat Muslim Indonesia. ``Serta untuk mempertahankan keberadaan pesantren sebagai sub sistem pendidikan nasional. Pada UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, di pasal 30 ayat 4, disebutkan bahwa pendidikan keagamaan berbentuk diniyah, pesantren, pasraman,pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis. Artinya khan di UU juga sudah dipisahkan dengan diniyah,`` kata kiai Idris.

Ia juga menyebutkan dalam dua Peraturan Pemerintah, juga menyebutkan pendidikan pesantren terpisah dengan diniyah. Yaitu pada Peraturan Pemerintah no 55 tahun 2005 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dan 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional.

Menurut kiai Idris, ini merupakan permintaan dari Forum Komunikasi Pesantren Mu`adalah (FKPM) yang saat beranggotakan 32 pesantren di seluruh Indonesia. Sepuluh di anntaranya adalah 10 pesantren besar yang sangat berpengaruh. Antara lain Pesantren Darussalam Gontor, Darunnajah Jakarta, Lirboyo Kediri, Al Ikhlas Kuningan, Termas Pacitan serta Mathali`ul Falah Pati. ``Bahkan kami sudah menemui Menteri Agama beberapa hari lalu dan sekaligus menyerahkan draft usulan Peraturan Menteri tentang Pengakuan Kesetaraan Pesantren (Mu`adalah),`` kata kiai Idris.

Standarisasi Seluruh Madrasah dan Pesantren

Menteri Agama Dr.H.Muhammad Maftuh Basyuni juga menegaskan bahwa pihaknya mempertimbangkan melakukan standarisasi untuk seluruh madrasah dan pondok pesantren di Indonesia. Ini dimaksudkan antara lain menurut Menag, mengejar ketertinggalan madrasah dan pondok pesantren dari sekolah umum.

``Mudah-mudahan kita bisa secepat mungkin mengejar kekurangan itu. Saya harus akui, masih banyak perbedaannya antara sekolah dengan madrasah. Karena memang dari awal, sejak merdeka, sekolah sudah dipelihara oleh negara. Sementara Madrasah baru sejak 2003,`` tegas Menag dalam acara Haul Al MaghfurlahKH Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak, Jogyakarta beberapa waktu lalu. (rep/ts)

Pondok Pesantren Lahirkan Manusia Yang Berbudi

Jakarta, 18/5 (Pinmas)--Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di tanah air memiliki peran yang sangat penting bagi melahirkan manusia yang unggul dan berakhlak karimah atau berbudi. Karena itu harus terus menerus mendapatkan perhatian semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.

Demikian dikemukakan Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf pada acara Halaqah Ulama dan Tokoh Pendidikan yang berlangsung 16-17 Mei di Malang, Jawa Timur. Kegiatan yang diikuti pimpinan pondok pesantren bertajuk �Penguatan pendidikan akhlakul karimah dalam sistem pendidikan nasional, refleksi dan proyeksi.� diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.

Menurut mantan Menteri Negara Urusan Daerah Tertinggal ini, kondisi pondok pesantren saat ini belum bisa dikatakan menggembirakan, baik santri maupun guru-guru pesantren. �sekarang banyak yang hapal Alquran tak ada yang urus- keleleran,� ujar Gus Iful sapaan akrab cucu KH Bisri Syamsuri ini.

Karena itu, lanjutnya, para guru atau santri yang menghapal Alquran harus mendapat perhatian negara. �Paling tidak guru-guru yang mengajar harus mendapatkan priorotas,� imbuhnya.

Namun ia juga mengkritis para kiai yang memimpin lembaga pendidikan tidak secara total, seperti kiai-kiai atau ulama di masa lalu, sehingga melahirkan murid-murid yang mumpuni dan handal menjadi tokoh di masyarakat.

�Sekarang kelihatannya setengah-setengah, para kiai juga terjun ke politik ada di DPR. Ngurus pesantrennya setengah, ngurus DPRnya juga setengah,� seloroh Gus Iful dalam acara yang juga dihadiri Wakil Gubernur Kalimantan Timur Farid Wadjdi dan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Prof Dr Imam Suprayogo.

Wagub Kalimantan Timur Farid Wadjdi mengemukakan, pihaknya senantiasa berupaya menghilangkan dikotomi antara pendidikan agama- madrasah dengan pendidikan umum. �Langkah itu bahkan sudah saya lakukan sejak jadi Kakanwil,� ujar mantan Kakanwil Depag di propinsi yang sama ini.

Sekarang ini menjelang seratus hari sebagai Wagub, kata Farid, semua guru baik di madrasah maupun sekolah umum mendapat insentif yang sama sebesar Rp 1 juta per bulan.

Sementara Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Prof Dr Imam Suprayogo memaparkan tentang lembaga pendidikan yang dipimpinnya yang memadukan antara tradisi kampus dan pesantren. �Menurut sejarah ternyata yang mendirikan perguruan tinggi Islam itu kiai atau ulama, tapi setelah berdiri dilupakan. Tugas saya mengembalikan ini kepada kiai, dan agar �kerasan� saya dirikan pesantren,� papar Imam. (ks)

Senin, 18 Mei 2009

Menag : Pendidikan Agama Makin Penting

Malang,17/5(Pinmas)--Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan, posisi pendidikan agama makin penting di tengah pusaran hegomoni media dan revolusi Iptek yang mampu menyuguhkan kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia modern.

Namun disisi lain kemajuan dan hegomoni tersebut telah melahirkan serentetan permasalahan, katanya dalam sambutannya yang dibacakan Direktur Diniyah dan Pondok Pesantren, Chairul Fuad di Universitas Islam (UIN) Malang, Minggu (17/5).

Menag menekankan bahwa penguatan pendidikan akhlakul karimah dalam sistem pendidikan nasional menjadi penting pada era globalisasi ini.

Ia menjelaskan, teknologi media telah mengubah demikian cepat perubahan. Informasi cepat didapat, kaya isi, tak terbatas ragamnya, mudah dan enak untuk dinikmati. Tapi, lagi-lagi, dibalik itu semua berpotensi untuk mengubah cara hidup seseorang.

Bahkan dengan mudah merambah ke bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma susila, katanya.

Kendati begitu, dampak negatif hegomoni media dan globalisasi sesungguhnya hanya dapat dibendung melalui ajaran agama dan pendidikan moral yang tinggi oleh masing-masing individu, katanya.

Terkait dengan itu, kebutuhan pendidikan agama dan moral menjadi penting. Sudah saatnya hal itu dilakukan lebih gencar diberikan tak hanya kepada mereka yang menimba ilmu di bangku sekolah, tapi di berbagai tingkatan dan kesempatan, jelas Menteri Agama.

Dengan cara itu, katanya, pelajaran agama dan moral anak didik dapat lebih terjaga, terhindar dari serangan budaya yang tak sesuai dengan norma-norma agama dan moral bangsa Indonesia.

Namun Menag menekankan bahwa pendidikan agama dan moral hendaknyan tak sekedar sambil lalu saja dan sebagai pelajaran pelengkap semata. "Pendidikan akhlakul karimah aman penting," katanya.

Menag mengutip pesan Ki Hadjar Dewantara: "Pendidikan tidak hanya mementingkan dimensi pemberdayaan intelektual, tetapi juga dimensi hati dan budi (moral) untuk membentuk manusia Indonesia yang utuh."

Ia menambhakan, di Barat sendiri saat ini sudah tumbuh kesadaran betapa ilmu pengetahuan tanpa agama dan moral menjadi tidak berarti. Para teknokrat sadar bahwa betapa pun sebuah kemajuan, bekal menjadi perusak manakala tak dibekali dengan pertimbangan moral dan agama.

"Pujangga mengatakan, bertambah pengetahuannya dan tidak bertambah kedekatannya kepada Allah, maka orang itu semakin jauh dari Allah," kata Maftuh Basyuni. (ant/ts)

Menag : Saatnya Pendidikan Agama dan Moral Lebih Gencar Diberikan

Malang,17/5(Pinmas)--Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan saat ini sudah saatnya kebutuhan pendidikan agama dan moral lebih gencar diberikan. Ini ditegaskan Menag dalam sambutannya yang diwakili oleh Direktur Pedidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Choirul Fuad, pada Halaqah Nasional Ulama dan Tokoh Pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN), Malang Ahad (17/5).

Menurut Menag, pemberian materi pendidikan agama dan moral ini tidak saja diberikan di sekolah, namun juga diberikan di berbagai tingkatan dan kesempatan. ``Sehingga pelajaran agama dan moral anak didik khususnya dan masyarakat umumnya, dapat lebih terjaga agar terhindar dari serangan budaya yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan moral bangsa Indonesia,`` papar Menag.

``Pendidikan agama dan moral hendaknya tidak sekedar hanya sambil lalu dan sebagai pelajaran pelengkap semata,`` tambah Menag.

Hadir dalam halaqah Nasional ini antara lain, Wagub Jatim Saifullah Yusuf, Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar, Pimpinan Ponpes Tebu Ireng KH. Shalahudin Wahid, Tolchah Hasan, Rektor UIN Malang Imam Suprayogo,pimpinan Ponpes Gontor KH Ahmad Zarkasy, KH Lukman Hakim (Pacitan), KH Azis Masyuri, KH SRafi`ie Yunus (Makasar), Mashruri Mughni (Brebes), KH Imron Rosyadi (pasuruan) serta puluhan pimpinan Ponpes lainnya se-Indonesia.

Menurut Menag, pendidikan agama dan moral semakin penting mengingat dampak globalisasi yang berandil besar terhadap dekadensi moral yang melanda hampir di seluruh belahan dunia yang sudah sangat mengkhawatirkan. ``Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni dunia. Revolusi iptek tidak hanya mampu menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia. Melainkan juga mengundang serentetan permasalahan,`` papar Menag.

Ia mencontohkan teknologi multi media yang berubah begitu cepat. Sehingga mampu membuat informasi lebih cepat didapat, kaya isi, tak terbatas ragamnya serta lebih mudah dan enak dinikmati. ``Namun di balik semua itu sangat potensial untuk mengubah cara hidup seseorang.Bahkan dengan mudah dapat merambah ke bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma susila,`` tandas Menag.

Dikatakan Menag, di situlah arti penting pendidikan akhlakul kharimah. ``Karena dengan otoritas yang ada pada akhlakul kharimah, seorang Muslim akan berpegang kuat pada komitmen nilai.Komitmen nilai inilah yang dijadikan modal dasar pengembangan akhlak.Sedangkan fondasi utama sejumlah komitmen nilai adalah akidah yang kokoh,`` katanya.

Bahkan ditegaskan Menag bahwa di dunia barat, saat ini sudah menyadari betapa ilmu pengetahuan tanpa agama dan moral menjadi tidak berarti. "Para teknokrat sudah sadar bahwa betapapun sebuah kemajuan, bakal menjadi perusak manakala tidak dibekali dengan pertimbangan moral dan agama.

Pendidikan Pesantren miliki andil tersendiri dalam konteks penguatan akhlak bangsa ini. ``Peran tafaqquh fiddin yang dikedepankan oleh pendidikan pesantren menempatkannya sebagai garda terdepan penjaga moralitas bangsa. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kalangan pesantren. Transformasi nilai-nilai pesantren yang berpijak pada jiwa keikhlasan, kemandirian, kesederhanaan dan ukhuwah, terbukti memberikan andil dalam pembentukan karakter bangsa,`` papar Menag.

Saat ini menurutnya, pesantren telah masuk sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. ``Oleh karena itu, pesantren hendaknya lebih mampu memberikan warna terhadap pendidikan nasional yang maju, kuat,berwibawa dan berbasis akhlakul kharimah,`` ungkap Menag.

Diharapkan Menag, melalui Halaqah ini diperoleh ide-ide dan gagasan penting yang dapat ditindaklanjuti untuk memperkuat komitmen terwujudnya sistem pendidikan nasional yang maju, berwibawa dan berbasis akhlakul kharimah,`` ungkap Menag.

Jumat, 15 Mei 2009

Depag Alokasikan 150 Miliar Untuk Membangun MBI

Jakarta, 14/5 (Pinmas)-- Departeman Agama (Depag) menganggarkan Rp150 miliar dana dari APBN 2009 untuk membangun Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) di 12 provinsi di Indonesia guna meningkatkan mutu pendidikan Islam di tanah air.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, Prof. Dr Mohammad Ali, di Jakarta, Kamis (14/5) mengatakan, pembangunan MBI di 12 provinsi itu sudah masuk tahap penandatangan kerja sama antara pemerintah pusat dengan masing-masing kepada daerah yang juga membantu menganggarkan dana untuk penyelesaian pembangunannya.

Ke-12 provinsi yang dibangun MBI pada tahun ini yaitu Kota Dumai Provinsi Riau, Kota Batam (Kepulauan Riau), Kabupaten Musi Banyu Asin (Muba) Sumatera Selatan, Kabupaten Maros (Sulawesi Selatan).

Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah, Indramayu (Jawa Barat), Palu (Sulawesi Tengah), Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Kabupaten Lombok Timur, (Nusa Tenggara Barat) dan Kota Padang Pariaman (Sumatera Barat).

Madrasah Bertaraf Internasional adalah madrasah yang memenuhi delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan memiliki keunggulan pelayanan dan lulusan yang diakui secara internasional.

Program MBI merupakan rintisan Direktorat Pendidikan Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag menggunakan sistem pendidikan yang terpadu dengan pondok pesantren yang diharapkan dapat menjadi pusat keunggulan pendidikan Islam di masa mendatang.

"Dasar hukum pembangunan MBI tersebut tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan," kata Ali.

Pembangunan MBI dapat diselesaikan pada akhir 2009 dan pada tahun depannya sudah bisa menerima siswa baru.

Penyeleksian siswa yang diterima di MBI harus memenuhi kriteria di antaranya lulus tes potensi akademik dan memiliki nilai Ujian Nasional rata-rata minimal delapan dan memiliki bakat lainnya minimal satu bidang.

Departemen Agama juga menyediakan tenaga guru dengan kualitas terbaik yakni minimal guru harus bisa menguasai dua bahasa yakni Inggris dan Arab dengan program pendidikan kurikulum nasional yang mengembangkan jati diri siswa.

Depag juga menginginkan selain ke-12 provinsi yang akan dibangun Madrasah Bertaraf Internasional, bagi provinsi lainnya yang sudah miliki madrasah bertaraf nasional seperti madrasah model dengan ketentuan yang ditetapkan Departemen Agama bisa naik menjadi bertaraf internasional.(ant/ts)

Selasa, 12 Mei 2009

Nikah Sirri dan Nikah Kontrak Rugikan Perempuan

akarta, 12/5 (Pinmas)- Salah satu tantangan bagi Kantor Urusan Agama sebagai pencatat pernikahan di tanah air adalah masih adanya masyarakat yang melakukan nikah kontrak dan pernikahan dibawah tangan alias nikah sirri. Sehingga dengan sendirinya tidak mempunyai buku nikah yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Demikian dikemukakan Drs Zamhari Hasan MM saat menyampaikan orasi ilmiah pada pengukuhan sebagai widyaiswara utama Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan Departemen Agama di Jakarta, Selasa (12/5). Sidang pengukuhan dipimpin Kepala Badan Litbang dan Diklat Depag Prof Dr Atho Mudzhar, dihadiri Deputi Bidang Pembinaan Aparatur Lembaga Administrasi Negara Prof Dr Endang W. Sri Lestari.

Nikah sirri dikenal muncul setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan selain harus dilakukan menurut ketentuan agama juga harus dicatatkan.

Menurut Zamhari, pernikahan sirri biasanya terjadi untuk nikah kedua dan seterusnya, karena untuk mendapatkan izin dari isteri pertama sangat sulit. "Pernikahan seperti ini jelas tidak punya kepastian hukum atau tidak punya kekuatan hukum yang paling dirugikan adalah wanita," ujarnya.

Adapun nikah kontrak, kata Zamhari, yaitu nikah yang dibatasi oleh waktu. Apabila habis waktunya maka bubarlah perkawinan tersebut. Kejadian ini dilakukan oleh orang asing yang datang ke Indonesia tidak bersama istrinya. Kalau pernikahan terjadi, pernikahan tersebut sudah pasti tidak tercatat, tidak mempunyai kekuatan hukum yang pada akhirnya yang dirugikan adalah pihak perempuan.

"Di daerah Bogor dan sekitarnya biasanya dilakukan oleh etnis Arab," ungkap widyaiswara yang menyampaikan orasi berjudul "Optimalisasi pelayanan penghulu pada KUA di kecamatan Bogor Selatan, Bogor tahun 2006."

Ia juga mengungkapkan masalah lain dalam peristiwa pernikahan di tanah air, yaitu calon penganten yang tidak datang sendiri ke KUA untuk pendaftaran nikah, dengan berbagai alasan, mereka menggunakan jasa calo, sehingga informasi yang diberikan oleh calo itu bisa menyesatkan seperti biaya nikah mahal.

Akibat masyarakat yang tidak datang sendiri ke KUA juga berdampak pasangan nikah memperoleh buku nikah palsu. "Biasanya ini terungkap apabila para pihak ada masalah seperti akan terjadi perceraian ke Pengadilan Agama atau ke Kantor Catatan Sipil, ketika mengurus akte kelahiran atau saat konsultasi ke KUA," ungkapnya.

Guna mengatasi masalah tersebut, menurut Zamhari, perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan penyuluhan terhadap praktek penghulu liar serta nikah dibawah dibawah tangan dan nikah kontrak. Juga diupayakan jalinan kordinasi dengan aparat terkait dan tokoh agama dan msyarakat secara efektif.

Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan SDM para penghulu, karena pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan optimalisasi para penghulu dalam pelayanan masyarakat

Kepala Badan Litbang dan Diklat Atho Mudzhar dalam sambutannya menyebutkan bahwa, berbagai masalah muncul dalam perkawinan tidak lepas dari bagaimana pengamalan agama masing-masing. Selain itu masih rendahnya kualitas SDM para penghulu di tanah air. (ks)

Senin, 11 Mei 2009

Mengenal Allah Dengan Filsafat

Qisshah Al Iman Bain Al Falsafah Wa Al 'Ilm Wa Al Qur’an

Sampai sekarang masih banyak orang Islam dan para ulama konservatif yang menolak keberadaan filsafat, terutama filsafat cabang metafisika sebagai jalan untuk mengenal Allah. Mereka menganggap bahwa filsafat dapat menyesatkan dan tidak diperlukan bahkan ada pula yang mengharamkan mempelajari filsafat metafisika karena ia dapat menjerumuskan seseorang menuju kekafiran.

Asumsi di atas menjadi semakin menemukan justifikasinya manakala mereka mendengar banyak atau ada beberapa mahasiswa IAIN atau UIN jurusan akidah filsafat yang tidak lagi mau mengerjakan shalat lima waktu karena menganggap shalat tidak diperlukan lagi dan Tuhan tidak perlu disembah. Bahkan ada pula yang mulai ragu apakah tuhan benar-benar ada ataukah ia hanya hasil rekayasa atau ciptaan manusia.

Kitab yang ditulis oleh Syaikh Nadim al Jisr, mantan Mufti Tarabuls, Lebanon Selatan ini agaknya ditujukan untuk menghilangkan asumsi bahwa filsafat metafisika bertentangan dengan agama dan bisa menyebabkan kekufuran. Ia ingin menunjukan bahwa filsafat sebenarnya dapat menuntun seseorang untuk mengenal Allah dengan keyakinan yang mantap asalkan filsafat itu dikaji dengan mendalam dengan ungkapan yang jelas ia mengatakan bahwa filsafat itu lautan yang tidak sama dengan lautan yang lain. Seseorang akan menemukan bahaya dan tersesat apabila ia dipinggirnya. Keamanan dan pencapaian iman justru terdapat ditengah kedalaman filsafat itu.

Untuk membuktikan bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama atau al Qur’an maka Syaikh Nadim mengajukan karyanya ini secara sistematis dan menguraikan persoalan-persoalan filsafat metafisika secara runtut dan mendalam. Ia menguraikan pemikiran filsafat metafisika mengenai asal usul penciptaan yang dimulai dari pemkiran para filosof Yunani kuno hingga filosof Muslim dan dilanjutkan dengan pemikiran para filosof modern. Dengan tekun dan sabar, ia menyajikan semua pendapat di atas secara urut kronologis-historis, di mana pembaca karya ini akan menarik suatu kesimpulan yang tak terbantahkan bahwa filsafat, khususnya metafisika tidak bertentangan dengan agama atau al Qur’an.

Kitab ini dimulai dengan mengambil setting cerita tentang seorang pemuda yang bernama Hairan Bin Al Adh’af Al Punjabi, seorang mahasiswa Universitas Pesawar. Ia seorang pemuda yang sangat haus tentang ilmu pengetahuan dan berfikir seperti cara berfikir filsafat yang selalu ingin mengkaji asal usul dan hakikah segala sesuatu mengapa ia ada, dan apa hikmah serta penciptaanya. Hairan selalu bertanya kepada gurunya juga teman-temannya tentang alam semesta, ia bertanya kenapa alam ini diciptakan, kapan diciptakan, dari apa, siapa yang menciptakan, dan bagaimana ia menciptakannya. Pertanyaan–pertanyaan filosofis di atas membuat ia diejek dan dicemooh teman–temanya. Sebagaian dosennya pun mengatakan bahwa ia bukanlah orang yang sedang menuntut ilmu agama melainkan orang yang sok berfilsafat.

Semua ejekan dan bentakan tidak membuatnya patah semangat mempelajari filsafat akan tetapi justru menguatkan keyakinannya bahwa hakikat yang ia lihat hanya dapat diketahui dengan filsafat. Oleh karena itu iapun tenggelam dalam mempelajari buku-buku filsafat. Meski demikian pihak Universitas telah menganggap fenomena Hairan ini sebagai penyakit akut yang harus diamputasi sebelum menyebar dan menjalar kepada mahasiswa yang lain. Oleh karena itu pihak universitaspun memecatnya dan ia dikeluarkan dari kampus.

Berita pemecatan Hairan bagaikan petir yang menggelegar bagi sang ayah. Sang ayah kemudian menasehatinya agar meninggalkan filsafat dan menekuni ilmu agama terlebih dahulu. Sang ayah kemudian menunjukan gurunya yang bernama Abu An Nur Al Mauzun jika ia ingin mempelajari hakikat filsafat. Tanpa berfikir panjang Hairan kemudian pergi ke Khartank, Samarkan, suatu desa kecil di mana Syaikh sedang menghabiskan usia tuanya untuk berkhalwat di masjid dan dekat dengan imam Bukhari. Akhirnya Hairan mendapat bimbingan dan petunjuk dari sang Guru dalam mempelajari filsafat. Untuk mengenal Allah ada tiga tahapan yang digunakan Syaikh Al Mauzun.

Pertama, pendekatan filsafat. Kedua, mengkaji hasil informasi sains dan ilmu pengetahuan. Ketiga, melalui al Qur’an. Terasa agak aneh memang kenapa pendekatan Al Qur’an justru pada tahapan terakhir bukan yang pertama seperti yang biasa dilakukan ulama-ulama tradisional yang lebih suka secara langsung menggunakan dalil-dalil al Qur’an atau Sunnah dalam mengajarkan tauhid. Metode yang digunakan Syaikh Al Mauzun ini agaknya sengaja digunakan sedemikian rupa untuk membuktikan bahwa untuk mengenal Tuhan, manusia dapat menggunakan akalnya tanpa harus terlebih dahulu dibimbing oleh wahyu. Untuk itu sang guru membawa Hairan menelaah dan menelusuri pandangan para filosof Yunani kuno mengenai wujud Allah dan asal usul penciptaan alam semesta.

Syaikh Al Mauzun menjelaskan bagiamana Thales mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah air. Bagi Thales dan semua filosof, dunia ini tidak mungkin diciptakan dari murni ketiadaan. Dan sudah pasti ada asal usulnya. Pada dasarnya permulaan segala sesuatu adalah perubahan. Karena itu harus ada materi azali yang menjadi asal usul segala sesuatu. Dan materi azali itu adalah air. Karena air bisa menerima perubahan. Air bisa beku dan bisa mencair, bisa menguap, dan kembali menjadi air. Dan air adalah syarat kehidupan. Lalu Aneximenes mengatakan asal usul penciptaan adalah udara, bukan air. Aneximender mengatakan asal usul segala sesuatu harus berasal dari sesuatu yang tidak berbentuk, tidak ada kesudahanya dan tidak terbatas. Air memiliki sifat-sifat tersendiri. Begitu pula udara. Dan semua yang ada juga memiliki sifat tersendiri juga. Oleh karena itu tidak mungkin semua benda yang memiliki keanekaragaman sifat berasal dari satu materi. Konsepsi Anaximender ini mirip konsep ‘laisa kamitslihi syai’un’. Hanya saja ia masih menyebut materi yang tidak terbatas dan berkesudahan dan Tuhan bukanlah materi. Asal usul segala sesuatu haruslah berupa bilangan dan kita menghitung angka satu demi satu maka asal usul segala sesuatu haruslah yang satu, kata Pitagoras (2830).

Demikianlah seterusnya pendapat Democritos, Aristoteles, Socrates, Plato, dan para filosof kuno dikaji satu demi satu. Agaknya Syaikh al Mauzun ingin menunjukan pada pembaca betapa pemikiran manusia tentang Tuhan sudah berkembang sejak zaman dahulu dan dengan akalnya pula manusia dapat menemukan adanya Tuhan yang menciptakan dan menjadi asal usul segala sesuatu. Setelah mempelari pemikiran filosof Yunani kuno, Syaikh Al Mauzun mengajak Hairan untuk menelaah pendapat para filosof Muslim seperti al Farabi, Ibnu Sina, dan Ar Razi tentang pembuktian adanya Allah sebagai pencipta alam semesta. Sang Syaikh juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa para filosof muslim itu memiliki iman yang lemah. Justru menurutnya mereka adalah orang-orang yang memiliki akidah yang sangat kuat kepada Allah karena mereka menggabungkan iman kepada wahyu dengan penalaran akal sehat. Penggabungan ini bagaikan cahaya di atas cahaya. Tidak lupa sang Syaikh mengajak Hairan untuk membandingkan pendapat al Ghazali dengan Kant dan Descartes dan melihat adanya titik temu pendapat di antara mereka. Tidak ketinggalan pula bagaimana pendapat Ibnu Rush, Al Ma’ari dan Ibnu Khaldun dikaji secara mendalam. Ia juga menjelaskan mengapa ada orang seperti al Ghazali yang mengkafirkan filosof Muslim seperti Ibnu Sina dan Al Farabi. Menurutnya hal itu disebabkan adanya perbedaan konsepsi mengenai Qidam al Alam antara mereka. Setelah mempelajari filosof muslim mengenai pembuktian Allah maka Syaikh Al Mauzun mengajak Hairan mengkaji pendapat filosof modern seperti Thomas Aquinas, Bacon, Descartes, Pascal, Spinoza,

Lock, dan David Hume mengenai hakikat wujud. Banyak di antara mereka memiliki kesamaan pandangan dengan filosof muslim. Pascal, seperti halnya al Farabi dan Ibnu Sina mengatakan bahwa akal fitrah manusia dapat menemukan adanya Allah sebagai pencipta akan tetapi akal manusia tidak akan mampu memahami hakikat wujud penciptaan dan pencipta. Karena akal manusia terbatas untuk mencapainya (131).

Setelah mengkaji filsafat, Syaikh al Mauzun mengajak Hairan untuk memahami ilmu pengetahuan dan sain. Mereka mengkaji benda-benda langit laut, tumbuh –tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Semuanya bertasbih kepada Allah. Semuanya itu terjadi bukan karena kebetulan. Menurut Syaikh Al Mauzun tidaklah dapat diterima oleh akal bahwa keberaturan, keseimbangan, ketelitian, serta keindahan yang ada dialam semesta ini terjadi dan tercipta secara kebetulan.

Setelah mengkaji sain dan ilmu pengetahuan, Syaikh Al Mauzun mengajak Hairan membaca Ayat-ayat Al Qur’an yang berkait dengan sain dan ilmu pengetahuan. Dan ia berpesan agar Hairan senantiasa membaca ayat-ayat itu sehingga apa yang tampak wujud dialam semesta ini akan senantiasa bisa dikaitkan dengan Al Qur’an. Membaca karya putra pengarang kitab al Hushun Al Hamidiyah ini memang sangat mengasyikkan dan membacanyapun perlu ketekunan, kesabaran, terutama bagi yang tidak terbiasa dengan persoalan –persoalan filsafat. Akan tetapi kontribusi terbesar dan sangat layak untuk diapresiasi adalah ia berhasil menunjukan bahwa antara filsafat khususnya filsafat metafisika, sains dan ilmu pengatahuan dan al Qur’an tidak ada pertentangan. Justru filsafat dapat menghantarkan seseorang untuk mengenal Allah dengan akidah yang kuat.

Kiranya karya ini layak untuk menjadi bacaan bagi kalangan pesantren yang selama ini terkesan tidak begitu akrab dengan filsafat terutama bagi mereka yang mengajar tauhid, tafsir Al Qur’an. Karya ini terasa semakin berbobot dengan banyaknya sambutan dan pujian dari berbagai kalangan mulai dari para ulama, bahkan para politisi dan pejabat di dunia Islam. (Samman Al Maidany)

Tentang Kitab:
Judul
:
Qisshah Al Iman Bain Al Falsafah Wa Al 'Ilm Wa Al Qur’an
Penulis
: Syaikh Nadim Al Jisr
Penerbit : Bairut, Dar Al Arabiyyah
Cet. : III/1969
Hal.
: 451 Halaman

50 Pengikut Jamaah Ahmadiyah di Tasikmalaya Kembali Kepada Ajaran Islam

Jakarta, 11/5 (Pinmas)--Sebanyak 50 pengikut jamaah Ahmadiyah Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat menyatakan kembali kepada ajaran Islam yang benar. Pernyataan mereka disaksikan oleh Kakanwil Departemen Agama Provinsi Jawa Barat H Muhaimin Luthfie, para pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Talikmalaya dan ormas Islam seperti Gerakan Pemuda Ansor, Forum Pembela Islam dan sejumlah pimpinan pondok pesantren.

Kakanwil Depag Jabar, H Muhaimin Luthfie mengatakan kembalinya mereka dari faham "sesat" Ahmadiyah kepada Islam disambut baik oleh para ulama dan ormas Islam. "Setelah mereka mengikrarkan kembali kepada ajaran Islam, mereka kemudian diberikan santunan dari BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq, Shadaqahâ�red) Kabupaten Tasikmalaya."

Menurut Muhaimin, ajaran Islam bersumber dari al-Quran dan hadits. Ibadah yang dilaksanakan umat Islam pun harus berpedoman pada kedua sumber tersebut. Dia menjelaskan ada tiga misi Rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan contoh oleh umat Islam. Pertama, membaca ayat-ayat qouniyah dan kitabiyah. Kedua, menyucikan diri, memegang akidah yang benar, dan tidak keluar dari syariat Islam. Ketiga, beriman pada rukum iman yang enam dan rukun Islam ada lima. Kalau memang mereka menyatakan beragama Islam, tentunya rukun iman yang diyakini tidak boleh ditambah lagi dengan iman kepada Mirza Ghulam Ahmad atau mengakui kitab lain selain al-Quran. "Kalau ada tambahan, tentu dinilai sudah menyimpang. Kalau sudah menyimpang berarti sesat. Ajaran Ahmadiyah MUI dicap sudah sesat."

Dia menjelaskan, yang dimaksud membaca ayat-ayat qauniyah dan kitabiyah itu bahwa ayat-ayat yang termaktub dalam kitab suci al-Qur`an tidak ada keraguan dan benar adanya sebagai petunjuk dan pedoman umat Islam dalam mengarungi hidup ini.

"Kalau sudah yakin dengan al-Quran sebagai pedoman hidup kita, mengapa harus mengkaji kitab lain seperti Tadzkirah. Bahkan Ahmadiyah sudah mencampur adukkan al-Quran yang menjadi mujizat Nabi Muhammad itu dengan kitab Tadzkirah. Ini jelas-jelas sudah melenceng dari ajaran Islam. Mereka oleh MUI sudah dianggap sesat. Alhamdulillah pada hari ini, mereka sudah kembali kepada ajaran Islam yang benar," ucap Muhaimin.

Muhaimin mengatakan bahwa ajaran yang sudah dinilai menyimpang, harus diluruskan. Artinya pengikut ajaran sesat tersebut harus menyucikan diri sesuai dengan akidah Islam yang benar. "Akidah Islam harus benar-benar suci, tidak boleh dicampur adukkan dengan faham lain. Begitu pula syariah dan ubudiyahnya tidak boleh ditambah-tambah. Demikian pula muamalahnya, maliyah (harta kekayaan) yang didapat harus dikeluarkan zakatnya 2,5 persen yang kemudian disalurkan untuk fakir miskin," kata Kakanwil Depag Jabar. (dik)

Rabu, 06 Mei 2009

Sambutan Menteri Agama Tentang FKUB

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI
PADA UPACARA PEMBUKAAN LOKAKARYA
NASIONAL PENYUSUNAN POLA PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MELALUI
PERAN KELEMBAGAAN FKUB
TANGGAL 20 MARET 2009 DI JAKARTA



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke
hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, bahwa pada
siang ini kita dapat bertemu untuk menghadiri upacara
pembukaan Lokakarya Nasional Penyusunan Pola
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama Melalui Peran
Kelembagaan FKUB ini, dengan mengambil tema:
“Peningkatan Kerukunan Umat Beragama yang Dinamis
melalui Optimalisasi Peran FKUB.”

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Lokakarya ini diselenggarakan sebagai tonggak untuk
menandai ulang tahun yang ketiga terbitnya Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM)
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, yakni pada tanggal 21 Maret
2006. Selama tiga tahun PBM ini telah disosialisasikan,
diimplementasikan, dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk menghimpun evaluasi implementasi
PBM dalam berbagai aspeknya. Harapan saya dalam
memberikan evaluasi itu jangan lupa mengemukakan solusi-solusinya,
termasuk kesulitan-kesulitan yang dialami di
daerah-daerah. Saya yakin dengan keterbukaan, keikhlasan,
dan semangat kebersamaan insya Allah semua masalah yang
ada dapat diatasi bersama.

Pada intinya, lahirnya PBM mempunyai tujuan untuk
memelihara dan mengembangkan kerukunan umat
beragama. Tentu tidak ada seorangpun yang bijak menolak
terpeliharanya kerukunan. Kalau ada orang yang menyatakan
bahwa adanya PBM 2006 ini mengurangi hak-hak kebebasan
beragama, itu pendapat kurang bijak. Saya ingin menegaskan
di sini, kerukunan umat beragama tidak boleh dan tidak akan
mematikan kebebasan beragama. Sebaliknya, kebebasan
beragama jangan sekali-kali menimbulkan hancurnya kerukunan umat beragama.
Kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama harus diletakkan dalam konteks
persatuan dan kesatuan bangsa di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang tidak terkotak-kotak dan terpisah-pisah.

Dalam hubungan ini, saya ingin mengingatkan kembali
beberapa prinsip yang dianut oleh PBM ini, yaitu:
1. Meskipun PBM ini ditandatangani oleh Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri, tetapi pada hakikatnya
merupakan kesepakatan majelis-majelis agama tingkat
pusat. Seperti diketahui, untuk menyusun PBM ini telah
dilakukan pembahasan selama 11 kali putaran,
berlangsung sejak Oktober 2005 sampai dengan Maret
2006, dan masing-masing majelis agama (MUI, PGI,
KWI, PHDI, dan WALUBI) diwakili oleh dua orang.
2. Prinsip penerbitan PBM tidak melanggar kebebasan
beragama yang dijamin oleh UUD 1945. Pengaturan
pendirian rumah ibadat dalam PBM ini tidak melanggar
jaminan kebebasan beragama sebagaimana ditegaskan
oleh UUD 1945, karena yang diatur dalam PBM ini
hanyalah pengadministrasian untuk mengetahui siapa
yang hendak menggunakan suatu rumah ibadat yang
hendak dibangun. Lagipula persyaratan 90 calon
pengguna itu apabila tidak dapat dipenuhi pada tingkat
desa, maka penghitungannya dapat dilakukan pada
tingkat kecamatan, kabupaten/kota, atau provinsi,
sehingga pada hakikatnya tidak ada pembatasan
pembangunan rumah ibadat.
3. PBM ini pengaturannya tidak menimbulkan multitafsir,
sehingga PBM dapat dipahami secara utuh tanpa
memerlukan peraturan tambahan kecuali buku tanya
jawab dan peraturan gubernur.
4. PBM mengedepankan prinsip pembangunan kerukunan
secara bersama-sama oleh umat beragama dan
Pemerintah. Karena itu, PBM juga bersifat memberdayakan
pemuka agama, termasuk melalui FKUB.
5. PBM memberikan kepastian pelayanan secara adil, jelas,
dan terukur kepada pemohon pendirian rumah ibadat.
Setiap permohonan rumah ibadat harus direspon olah
pemerintah dalam 90 hari.
6. PBM memegang prinsip tentang pentingnya memelihara
kerukunan umat beragama, serta memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

Selanjutnya saya juga ingin mengingatkan bahwa tugas
FKUB sebagai pengejawantahan peran pemuka agama di
daerah, bukan saja memberikan rekomendasi pendirian
rumah ibadat, melainkan lebih luas dari itu sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 PBM tersebut, yaitu:
1. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh
masyarakat;
2. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi
masyarakat;
3. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat
dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan
gubernur; dan
4. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan
dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan
dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat.
5. Khusus untuk FKUB kabupaten/kota, memberikan
rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah
ibadat.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Forum ini saya anggap penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara, karena momentumnya yang tepat.
Paling tidak ada 3 hal yang sedang dan akan dihadapi oleh
bangsa dalam waktu dekat ini yakni: (1) pemilihan umum
yang aman dan sukses; (2) dampak krisis ekonomi global
yang berakumulasi dalam berbagai sektor dan (3)
problematika kehidupan keagamaan yang semakin
kompleks. Menghadapi tantangan-tantangan tersebut di atas
umat beragama, terutama pemuka agama, semakin ditantang
dan dituntut kebersamaan dan kekompakan mereka dalam
mengantisipasi dan mencegah terjadinya ekses-ekses negatif
yang dapat mengganggu kerukunan yang selama ini telah
kita bina. Oleh karena itu kerukunan yang esensial dan
fungsional harus dibangun dan dipelihara secara sadar dan
terarah oleh kita bersama agar tidak mudah meleleh karena
sengatan panasnya politik dan ekonomi, atau menjadi lapuk
karena terpaan badai moral dan budaya yang bertentangan
dengan nilai-nilai ajaran agama.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Pengalaman sejarah masa lalu, di saat-saat menjelang
Pemilu masyarakat beragama sering di ombang-ambingkan
oleh partai peserta yang menawarkan janji politiknya. Umat
beragama sering di belah-belah atau di sekat-sekat untuk
berkompetisi menyalurkan aspirasi. Bahkan umat beragama
semua dilibatkan untuk menghimpun dukungan suara.
Tindakan tersebut boleh jadi wajar dan biasa terjadi, namun
menjadi tidak wajar kalau berakibat memanaskan sentimen
keagamaan, sentimen golongan, sentimen keluarga dan
tetangga. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka yang
dapat menjadi korban adalah keharmonisan dan ketentraman
umat beragama.
Disinilah perlunya peran penyelaras dan mediator dari
para pemuka agama terutama yang dimainkan oleh Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) baik di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota maupun forum sejenis di tingkat
kecamatan serta desa. Para pemuka agama harus
membimbing umat bahwa pilihan politik adalah hak pribadi
warga negara, tapi janganlah dikaitkan dengan agama.
Pemilu adalah pelaksanaan sesaat untuk memilih, yang
bersifat rahasia dan pribadi, oleh karena itu janganlah proses
memilih yang sesaat itu mengorbankan kerukunan yang
bersifat abadi. Kepentingan yang temporer tidaklah harus
mengorbankan kepentingan jangka panjang bangsa ini.
Pilihan politik adalah pilihan pribadi dan jangan sampai
mengorbankan kepentingan masyarakat yang membutuhkan
ketentraman, ketenangan dan persaudaraan. Kepentingan
membela partai adalah kepentingan golongan atau
kelompok, tetapi jangan sampai merusak sendi-sendi
persatuan bangsa dan keutuhan tanah air Republik Indonesia.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Kerukunan umat beragama yang kita miliki sekarang ini
adalah modal yang amat berharga bagi kelangsungan
kehidupan kita sebagai bangsa. Kerukunan umat beragama
yang kita miliki sekarang ini mungkin saja masih kita
rasakan belum sempurna. Namun dengan segala suka
dukanya kerukunan umat beragama di Indonesia dianggap
sebagai yang terbaik dalam pengamatan masyarakat
internasional. Bahkan Indonesia dinilai sebagai laboratorium
kerukunan umat beragama. Paling tidak, itulah penilaian
yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Italia, H.E.
Franco Frattini, dan pendiri Komunitas Sant’ Egidio, Dr.
Andrea Riccardi, dalam pidato mereka pada pembukaan
seminar internasional bertema “Unity in Diversity: the
Indonesian Model for a Society in which to Live Together”,
yang diselenggarakan oleh Kemlu Italia bekerjasama dengan
Komunitas Sant’ Egidio pada tanggal 4 Maret 2009 yang
lalu, di Roma. Tentu saja, atas pujian-pujian itu kita harus
tetap waspada dan mawas diri karena kerukunan adalah
sesuatu yang sangat dinamis dan dapat cepat berubah.
Karena itu, kerukunan umat beragama harus selalu kita jaga
dan pelihara. Kita harus bertekad untuk terus
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kita harus bertekad
pula untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara agar
menjadi bangsa yang maju dan modern. Dalam kaitan ini,
saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan
majelis-majelis agama tingkat pusat pada khususnya dan
semua pemuka agama pada umumnya yang tak henti-hentinya
terus berupaya bersama Pemerintah mempertahankan kerukunan
umat beragama itu.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan
dalam kesempatan ini. Akhirnya, dengan membaca
Bismillahirrahmanirrahim, Lokakarya Nasional Penyusunan
Pola Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama Melalui
Peran Kelembagaan FKUB, saya nyatakan di buka secara
resmi. Selamat berlokakarya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Jakarta, 20 Maret 2009
Menteri Agama RI,
Ttd
Muhammad M. Basyuni

Menag Pertimbangkan Standarisasi Madrasah

Jogyakarta, 6/5(Pinmas)--Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan, tengah mempertimbangkan agar Madrasah, Pondok Pesantren hingga pendidikan tinggi punya standar sehingga kedepan kemajuan lembaga pendidikan di bawah Departemen Agama terlihat nyata.

Lembaga pendidikan di bawah binaan Depag, sebanyak 92 persen adalah swasta. Dan swasta ini tidak pernah dipandang sebelah mata oleh siapa pun, termasuk oleh pemerintah. Baru setelah adanya UU tentang sistem pendidikan tahun 2003, dapat perhatian, kata Maftuh pada acara Haul ke 20 Al Maghfurlah KH Ali Maksum, di Ponpes Krapyak, Jogyakara, Selasa (5/5) malam.

Hadir pada acara haul itu Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, Muhammad Nuh, KH. Solahuddin Wahid, KH Mustofa Bisri. Selain itu juga hadir juru bicara Presiden SBY, Andi Malarangeng, staf Presiden SBY, Kurdi Mustofa, dan pengurus DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Sebelumnya Maftuh, dalam acara itu, menyatakan permintaan maaf SBY kepada tuan rumah Attabik Ali, putera KH Ali Maksum, yang tak dapat hadir pada acara haul tersebut karena kesibukannya.

"Bapak Presiden menyampaikan mohon maaf tidak dapat memenuhi undangan ini. Karena tugas-tugas kenegaraan yang cukup padat. Beliau minta maaf dan menyampaikan salam hangatnya khususnya pada keluarga besar KH Ali Maksum dan mendoakan agar almarhum mendapat tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT," kata Maftuh.

Menurut Menag, baru setelah lahir UU tentang sistem pendidikan tahun 2003, mau tidak mau, semua pihak harus memperhatikan juga lembaga-lembaga ini. Dengan adanya UU itu tidak ada lagi dikotomi antara swasta dan negeri, antara madrasah dan sekolah.

Bahkan sekarang, Menag berani mengatakan madrasah adalah sekolah plus. Artinya apa yang diajarkan di sekolah, itu diajarkan di madrasah. Tapi belum tentu yang diajarkan di madrasah diajarkan di sekolah yang ada di Depdiknas.

Karena lembaga pendidikan itu harus mendapatkan perhatian khusus, timbul persoalan, dana yang tersedia ternyata tak seperti yang diharapkan. Untuk bisa memberikan pada Madrasah dan sebagainya itu, maka tahun ini, Menag menetapkan, seluruh madrasah ibtidaiyah direnovasi semuanya.

Ada sekitar 24 ribu lokal yang sudah tercatat. "Saya ingin sampaikan kalau masih ada madrasah ibtidaiyah yang belum terdaftar, secepatnya didaftarkan ke Kandepag setempat, agar tahun ini seluruhnya direnovasi," ujarnya menambahkan.

Untuk tahun depan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). "Walaupun kita tahu belum ada Madrasah yang ambruk. Saya sangat bangga, uang yang kita sampaikan pada lembaga-lembaga ini, bisa lebih dari yang kita berikan. Demikian juga kepada Pondok-Pondok Pesantren. Jadi banyak orang yang ingin membantu," katanya.

Menag berharap bisa secepat mungkin mengejar kekurangan itu. Diakui masih banyak perbedaannya antara sekolah dengan madrasah. Karena memang dari awal, sejak merdeka, sekolah sudah dipelihara oleh negara. Sementara madrasah baru sejak 2003. "Tapi kita lakukan pada 2005. Untuk mengejar itu semua, kita juga mengejar beasiswa," katanya.

Mengingat madrasah dan pondok pesantren banyak milik pribadi, Menag menyatakan tidak bisa melakukan intervensi. Karena itu untuk memperbaikinya, telah diambil kebijakan berupa menyekolahkan para santri, memberikan beasiswa yang nantinya setelah selesai dikembalikan pada madrasah yang bersangkutan. "Sekarang sudah tahun yang ke empat. Dari situ kira-kira ada sedikit-sedikit perbaikan,"ujarnya.

Lantas Menag menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Iran, beberapa waktu lalu. Sejak revolusi Islam 30 tahun yang lalu, ia melihat ada perbaikan yang signifikan. Keadaan sebelum revolusi Islam, sama dengan di kondisi pendidikan lembaga Islam di tanah air. Banyak pesantren milik pribadi-pribadi di sana. Setelah revolusi Islam, katanya, pemerintah Iran menata, distandarisasi dari tingkat awal sampai universitas. Itu bisa dilakukan. Tapi tetap pemiliknya masih punya wewenang untuk mengurusnya.

Ternyata bisa distandarkan. Karena itu, Maftuh berharap persoalan standarisasi itu dapat dipertimbangkan betul-betul untuk peningkatan kualitas pendidikan Islam pada masa mendatang. (ant/ts)

Struktur organisasi dan tupoksi

1. Struktur Organisasi
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi, Kantor Departemen Agama Kabupaten Sukabumi memiliki struktur organisasi sebagai berikut :




2. Tugas Unit/Satuan Organisasi
a. Uraian tugas unit/satuan organisasi di lingkungan Kantor Departemen Agama Kabupaten Sukabumi yaitu Seksi-seksi dan Penyelenggara berdasarkan kepada KMA 373/2002 masing-masing sebagai berikut :

1) Pasal 87 : Subbagian Tata Usaha
mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis dan administrasi perencanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, ketatausahaan, dan rumah tangga kepada seluruh satuan organisasi dan/atau satuan kerja di lingkungan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
2) Pasal 88 : Seksi Urusan Agama Islam
mempunyai tugas melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang kepenghuluan, keluarga sakinah, pangan halal, ibadah social, serta pengembangan kemitraan umat Islam.
3) Pasal 89 : Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah
mempunyai tugas melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang penyuluhan haji dan umrah, bimbingan jemaah dan petugas, dokumen dan perjalanan haji, perbekalan dan akomodasi haji, serta pembinaan KBIH dan pasca haji.
4) Pasal 93 : Seksi Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum
mempunyai tugas melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang kurikulum, ketenagaan dan kesiswaan, sarana, kelembagaan dan ketatalaksanaan, serta supervisi dan evaluasi pada RA, MI, MTs dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum tingkat dasar dan menengah Pertama serta sekolah luar biasa.
5) Pasal 94 : Seksi Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren
mempunyai tugas melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang pendidikan keagamaan, pendidikan diniyah, pendidikan salafiyah, kerjasama kelembagaan dan pengembangan pondok pesantren, pengembangan santri dan pelayanan pondok pesantren pada masyarakat.
6) Pasal 95 : Seksi Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid
mempunyai tugas melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang pendidikan Alquran dan musabaqah tilawatil quran, penyuluhan dan lembaga dakwah, siaran dan tamaddun, publikasi dakwah dan hari besar Islam, serta pemberdayaan masjid.
7) Pasal 108 : Penyelenggara Zakat dan Wakaf
mempunyai tugas melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang pembinaan lembaga dan pemberdayaan zakat dan wakaf.

b. Uraian tugas unit/satuan organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan KMA 571/2001 yaitu : mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama dalam wilayah Kecamatan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Kantor Urusan Agama Kecamatan menyelenggarakan fungsi :
1) menyelenggarakan dokumentasi dan statistic;
2) menyelenggarakan surat, menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan;
3) melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial.
Kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Uraian tugas unit/satuan organisasi Madrasah Ibtidaiyah Negeri berdasarkan KMA 15/1978 yaitu : mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pengajaran Agama Islam sekurang-kurangnya 30% sebagai mata pelajaran dasar, disamping pendidikan dan pengajaran umum selama 6 (enam) tahun.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Madrasah Ibtidaiyah Negeri menyelenggarakan fungsi :
1) melaksanakan pendidikan tingkat Ibtidaiyah/dasar sesuai dengan kurikulum yang berlaku;
2) melaksanakan bimbingan dan penyuluhan bagi para siswa;
3) membina hubungan kerja sama dengan orang tua siswa dan masyarakat;
4) melaksanakan tata usaha dan rumah tangga sekolah termasuk perpustakaan dan laboratorium.

d. Uraian tugas unit/satuan organisasi Madrasah Tsanawiyah Negeri berdasarkan KMA 16/1978 yaitu : mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pengajaran Agama Islam sekurang-kurangnya 30% sebagai mata pelajaran dasar, disamping pendidikan dan pengajaran umum selama 3 (tiga) tahun bagi tamatan Madrasah Ibtidaiyah atau yang sederajat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Madrasah Tsanawiyah Negeri menyelenggarakan fungsi :
1) melaksanakan pendidikan tingkat Tsanawiyah/menengah pertama sesuai dengan kurikulum yang berlaku;
2) melaksanakan bimbingan dan penyuluhan bagi para siswa;
3) membina hubungan kerja sama dengan orang tua siswa dan masyarakat;
4) melaksanakan tata usaha dan rumah tangga sekolah termasuk perpustakaan dan laboratorium.

Tugas Pokok dan Fungsi Kandepag

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, Kantor Departemen Agama Kabupaten Sukabumi mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
1. Tugas Pokok
Didalam Pasal 82 KMA 373/2002 disebutkan bahwa Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Departemen Agama dalam wilayah Kabupaten/Kota berdasarkan kebijakan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Fungsi
Di dalam Pasal 83 KMA 373/2002 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 82, Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan visi, misi, serta kebijakan teknis di bidang pelayanan dan bimbingan kehidupan beragama di Kabupaten/Kota;
b. pembinaan, pelayanan dan bimbingan di bidang bimbingan masyarakat Islam, pelayanan haji dan umrah, pengembangan zakat dan wakaf, pendidikan agama dan keagamaan, pondok pesantren, pendidikan agama Islam pada masyarakat dan pemberdayaan masjid, urusan agama, pendidikan agama, bimbingan masyarakat Kristen, Katolik, Hindu serta Budha sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengelolaan administrasi dan informasi keagamaan;
d. pelayanan dan bimbingan di bidang kerukunan umat beragama;
e. pengkoordinasian perencanaan, pengendalian dan pengawasan program;
f. pelaksanaan hubungan dengan pemerintah daerah, instansi terkait dan lembaga masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas Departemen Agama di Kabupaten/Kota.

Sejarah Singkat Depag RI dan Kandepag Kab. Sukabumi

1. Departemen Agama
Bermula dari adanya usul utusan Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah Kepresidenan Banyumas pada Rapat/Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat/KNIP (sekarang DPR/MPR RI) tanggal 24 – 28 November 1945 di Gedung Fakultas Kedokteran Salemba Jakarta.

Usul itu disampaikan oleh KH. Abu Dardiri, KH. Sholeh Su’ady, dan M. Soekoso Wirjosapoetro, yang mengusulkan dan mendesak agar dalam negara Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambil lalukan (diurus sambil lalu) oleh Kementrian Pendidikan, Pengajar dan Kebudayaan atau Kementrian Dalam Negeridan lain-lain, tetapi hendaknya diurus oleh kementrian khusus dan tersendiri.

Timbulnya usul itu tidak menimbulkan reaksi negatif dan menimbulkan perdebatan sengit, sebab umunya peserta sidang menganggap maksud usul itu sebagai kewajaran. Bahkan Mohammad Natsir, dr Moewardi, dr Marzoeki Mahdi, Kartosoedarmo, dan lain-lain anggota KNPI secara terang-terangan mendukung dan memperkuat usul itu.
Karena itu, usul tersebut kemudian ditampung oleh badan pekerja KNIP, kemudian disampaikan kepada Perdana Menteri Sultan Syahrir dan terakhir diteruskan kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan.
Harpan adanya persetujuan itu demikian besar dikalangan pengusul dan pendukung, setelah Wakil Presiden Mohammad Hatta menjanjikan bahwa usul tersebut akan mendapat perhatian sungguh-sungguh dari Pemerintah.
Kurang lebih satu bulan setelah usul itu, yakni tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharam 1364) keluarlah Penetapan Presiden RI No. 1/SD/1946 yang berbunyi “ Presiden Republik Indonesia, mengingat usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, memutuskan untuk mengadakan Kementrian Agama.”
Berita berdirinya Kementrian Agama itu segera tersebar dikalangan masyarakat setelah mereka mendengar dan mengetahui siaran Radio Republik Indonesia (RRI), Koran-koran perjuangan, dan dari mulut ke mulut.

Umat Islam Indonesia menyambut positif dan gembira bahkan memberikan dukungan penuh, karena mereka umumnya beranggapan berdirinya Kementrian Agama merupakan berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa atas Umat Islam khususnya, yang telah berjuang untuk berdirinya Kementrian Agama ditengah-tengah situasi negara yang belum sepenuhnya aman dari penjajahan dan dalam kondisi masyarakat/bangsa yang masih menderita akibat penjajahan.

Pada bulan September 1945 atau pada masa Kabinet RI I/Kabinet Presidentil pimpinan Presiden Soekarno (2 September – 14 November 1945), sebenarnya telah terbentuk 14 Kementrian dan 4 Menteri Negara ; tetapi pemerintah tidak sekaligus membentuk Kementrian Agama. Hal itu antara lain karena : (1) Tengah memantapkan politik, ekonomi, pendidikan, sarana, sosial, pertahanan/keamanan, dan lain-lain; (2) Segera setelah kemerdekaan Indonesia, para pemimpin negara disibukkan oleh perebutan kekuasaan (dari tangan Jepang) yang memerlukan waktu dan perjuangan fisik; (3) Pembentukan Kementerian-kementerian sering tertunda pada setiap Sidang Pleno KNIP karena masalah situasi dan mendesaknya masalah keamanan rakyat.

Baru pada masa Kabinet Syahrir 1/Kabinet Parlementer 1 pimpinan Perdana Menteri Sultan Syahrir (14 November 1945 – 12 November 1946) itulah terbentuk Kementerian Agama, dengan H. M. Rasyidi sebagai Menteri Agama, yang sebelumnya sebagai Menteri Negara; sedangkan sebagai Sekretaris Jendralnya Mr. R. A. Soebagyo.

Pejabat-pejabat lainnya antara lain H. Abdullah Aidid (Kepala Jawatan Penerangan Agama Islam), H. Abubakar Atjeh (Kepala Penerbitan pada Jawatan Penerangan Agama), H. Moehammad Djunaedi (Kepala Biro Peradilan Agama), KH. Muslih (Kepala Kantor Urusan Agama Pusat), KH. R. Mohammad Adnan (Ketua Mahkamah Islam Tinggi di Solo), dan lain-lain.

Suatu hari setelah berdirinya Kementrian Agama (yakni pada tanggal 3 Januari 1946) Pusat Pemerintahan Negara RI pindah ke Yogyakarta, karena sejak Desember 1945 Jakarta tidak aman dengan adanya Sekutu berikut pasukan Gurkanya yang diboncengi NICA untuk melancarkan aksi-aksi teror mengancam pemimpin-pemimpin Republik, dan melepaskan/mempersenjatai KNIL yang ditawan oleh Jepang.
Kantor Kementrian Agama di Yogyakarta terletak di Jalan Malioboro No. 10, sebagai kantor sementara sebelum akhirnya pusat Pemerintahan Negara RI kembali ke Jakarta.
Tugas pokok Kementrian Agama (berdasarkan penetapan Presiden No. 5/s.d., tgl. 25 Maret 1946) adalah menampung urusan Mahkamah Islam Tinggi (Hoofor Islamitiesche Zaken) yang sebelumnya menjadi wewenang Departemen Kehakiman (Departemen Van Justitie).

Tugas pokok itu diperkuat dengan maklumat Pemerintah (No. 2, tanggal 23 April 1946) adalah menampung tugas dan mengangkat Penghoeloe Landraad, Penghoeloe Anggota Pengadilan Agama, dan Penghoeloe Masdjid serta para pegawainya, yang sebelumnya menjadi wewenang Residen dan Bupati.

Tugas pokok Kementrian Agama juga dalam rangka memenuhi maksud Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 1 dan 2. Sebagaimana dijelaskan pertamakali oleh Menteri Agama dan Konverensi Dinas Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura tanggal 17 dan 18 Maret 1946 di Solo.

2. Departemen Agama Kantor Kabupaten Sukabumi
Departemen Agama Kabupaten Sukabumi sejak tahun 1975 sampai dengan tahun 1982 pada awalnya bergabung dengan Kota Sukabumi, dengan nama Kantor Perwakilan Departemen Agama Kokab Sukabumi yang beralamat di Jalan Suryakencana Sukabumi.
Sejak tanggal 1 April 1982 Kantor Departemen Agama Kabupaten Sukabumi terpisah dari Departemen Agama Kota Sukabumi, dengan Kepala Kandepagnya yang pertama yaitu Drs. A. Basyuni B. (Almarhum) yang berkantor di Jalan Pelabuan II Km.6 Lembursitu No.302 Sukabumi 43195 Telepon/Fax. (0266) 222760.

Dalam sejarah pergantian kepala kantor, sampai saat ini tercatat sudah ada 11 Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Sukabumi, yaitu :

1. Drs. A. Basyuni. B (1982 s/d 1983)
2. H.M. Zaenuddin, BA (1983 s/d 1985)
3. H. Dadang, BA (1985 s/d 1989)
4. H. Mumuh A. Muhdiyat, BA (1989 s/d 1993)
5. Drs. H.M. Buldani (1993 s/d 1994)
6. Drs. Arifin Nurdin (1994 s/d 1999)
7. Drs. H.U. Bustomi (1999 s/d 2001)
8. Drs. H. Djamaluddin, MS (2001 s/d 2005)
9. Drs. Atjeng T. Syah (2005 s/d 2006)
10. Drs. H. Effendi Ali, MM (2007 s/d 2009)
11. Drs. H. Cep Ismail, M.Ag. (2009 s/d Sekarang)

Selasa, 05 Mei 2009

Penetapan BPIH Menunggu Biaya Penerbangan

Jakarta, 4/5 (Pinmas)--Pemerintah terus mematangkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) untuk musim haji tahun 2009. Namun, berapa besarannya masih menunggu keputusan pihak maskapai, yakni PT Garuda Indonesia dan Saudia Airlines, terkait biaya penerbangan yang merupakan porsi terbesar dari komponen BPIH.

Oleh sebab itu, pemerintah melalui Depag hingga kini masih belum memastikan besaran BPIH 2009. ``Kita masih menunggu dari pihak penerbangan. Sebab, seperti tahun kemarin, biaya penerbangan mencapai 54 persen dari keseluruhan komponen BPIH,``

Saat ditanya apakah besaran BPIH tahun ini akan sama atau ada penurunan dibanding besaran BPIH tahun lalu, Ghofur belum bisa memastikan. Namun, segera setelah ada hasil penghitungan biaya penerbangan, pihaknya akan langsung membahasnya bersama DPR-RI.

``Kami sudah meminta waktu pada pihak dewan untuk melakukan rapat kerja membahas BPIH ini,`` tandas Ghofur.

Sebelumnya, Menteri Agama Dr Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan, bahwa untuk musim haji tahun 2009 atau 1430 H ini diharapkan tidak ada kenaikan BPIH.

``Walaupun untuk tahun 2009 ini, plafon untuk perumahan atau pondokan bagi jamaah haji naik. Dari 2.000 riyal per jamaah tahun lalu, menjadi 3.000 riyal per jamaah untuk tahun ini,`` tegas Menag, beberapa waktu lalu.

Ditambahkan Menag, semestinya biaya penerbangan turun dibanding dengan tahun lalu setelah terjadi penurunan harga BBM di tingkat dunia. ``Jadi wajar apabila biaya penerbangan juga bisa turun. Karena pertimbangan itulah, kami menaikkan biaya plafon untuk pondokan dan nantinya diharapkan tidak ada kenaikan BPIH dibanding tahun lalu,`` ucap Menag.

Pemerintah harus menaikkan plafon ini karena harga pasaran perumahan di Arab Saudi sudah mengalami kenaikan. Langkah tersebut juga dimaksudkan agar bisa bersaing dengan negara-negara lain yang plafonnya bahkan sudah mencapai di atas 3.000 riyal per jamaah.

Pada bagian lain, menyusul permintaan pemerintah Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi soal pemberlakuan paspor khusus haji, menurut Ghofur, pihaknya masih menunggu jawaban dari pemerintah Saudi, yang sampai saat ini belum direspons. ``Waktu itu mereka mengatakan sesegera mungkin, Insya Allah Mei. Kita mengharapkan bulan ini sudah ada keputusan,`` ungkap Ghofur.(rep/ts)

Zakat Akan Jadi Kewajiban, Lembaga Amil Zakat Tak Ada Lagi

Jakarta, 5/5 (Pinmas)--Para wajib zakat atau muzakki, akan mendapat sanksi jika tidak membayar zakatnya. Membayar zakat akan menjadi suatu kewajiban. Ini ditegaskan Dirjen Binmas Islam Prof. Dr. Nasaruddin Umar dalam acara coffee morning dengan wartawan di Kantor Depag, Jakarta, Selasa (5/5).

``Dalam konsep revisi UU Zakat, nanti zakat tidak lagi atas dasar kesadaran muzakki, namun akan menjadi suatu kewajiban dan ada sanksinya,`` tegas Nasaruddin.

Selain itu menurut Nasaruddin, pihaknya berkeyakinan bahwa pengelolaan zakat akan semakin rapi jika dikelola satu jendela. ``Kami punya konsep sendiri. Sebagai pemerintah, kami tetap berkeyakinan bahwa pengelolaan zakat semakin rapi kalau diurus oleh satu pintu, seperti di negara-negara lain. Tapi untuk sampai ke situ kita perlu batas-batas akomodasi toleransi, tidak semudah membalikkan telapak tangan. yang tadinya dikelola oleh masjid-masjid, pondok pesantren, kyai-kyai, tiba-tiba kita akan mengambil semuanya menjadi sentralisasi, diatur oleh negara, kita juga tidak ingin seperti itu, tapi ada road mapnya. Ada target jangka menengah, jangka panjang,`` papar Nasaruddin.

``Pemerintah melalui Departemen Agama, saat ini tengah mengajukan usulan revisi UU no 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,`` ucap Nasaruddin. Menurutnya, sejak diundangkan, pengelolaan zakat di Indonesia belum menunjukkan hasil maksimal dan memuaskan.

Selain akan mengatur sanksi, dalam usulan revisi UU zakat tersebut dirumuskan bahwa Badan Amil zakayt merupakan satu-satunya lembaga pengelola zakat di Indonesia dari tingkat nasional hingga tingkat kelurahan/desa. ``Tidak ada lagi Lembaga Amil Zakat sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU itu. Ketentuan tertsebut selama ini telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam pengelolaan zakat karena banyaknya lembaga pengelola zakat. Sehingga potensi zakat yang sangat besar itu belum dapat memberikan manfaat yang signifikan,`` ungkap Nasaruddin. Ditambahkannya, peranserta masyarakat dapat dilakukan dengan cara membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) atau menjadi pengurus Badan Amil Zakat di semua tingkatan.

Dalam konsep revisi itu pula menurut Nasaruddin, dirumuskan bahwa zakat dapat mengurangi pajak. Artinya, pembayaran zakat akan diperhitungkan sebagai pembayaran zakat. ``Jadi tidak perlu lagi misalnya membayar pajak seratus persen, jika ia sudah membayar zakat,`` papar Nasaruddin.

Potensi Besar Wakaf Tunai

Pada kesempatan itu, Nasaruddin juga mengungkapkan betapa besarnya potensi wakaf tunai. ``Persoalan umat itu bukan persoalan dana, tapi soal kreasi-kreasi. Misalnya melalui wakaf. Kita di sini seolah sokoguru kita sebagai dana umat itu zakat. Padahal ada wakaf dan sekarang bisa wakaf tunai. Ini potensi luar biasa yang masih tidur,`` kata Nasaruddin. Bila wakaf tunai ini diefektifkan, menurut Nasaruddin, tentunyua pemerintah tidak perlu lagi meminjam-minjam dana darki pihak asing seperti IMF.

``Kita kembangkan sekarang ini, UU nya sudah lahir, sudah ada PP nya dan sekarang sedang digodok Peraturan Menterinya, sebentar lagi keluar. Insya allah wakaf produktif dan wakaf tunai ini ke depan akan menjadi sesuatu yang menjanjikan. Presiden juga sangat apresiate terhadap gagasan ini,`` ungkap Nasaruddin.(rep/ts)