Rabu, 06 Mei 2009

Sambutan Menteri Agama Tentang FKUB

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI
PADA UPACARA PEMBUKAAN LOKAKARYA
NASIONAL PENYUSUNAN POLA PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MELALUI
PERAN KELEMBAGAAN FKUB
TANGGAL 20 MARET 2009 DI JAKARTA



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke
hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, bahwa pada
siang ini kita dapat bertemu untuk menghadiri upacara
pembukaan Lokakarya Nasional Penyusunan Pola
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama Melalui Peran
Kelembagaan FKUB ini, dengan mengambil tema:
“Peningkatan Kerukunan Umat Beragama yang Dinamis
melalui Optimalisasi Peran FKUB.”

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Lokakarya ini diselenggarakan sebagai tonggak untuk
menandai ulang tahun yang ketiga terbitnya Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM)
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, yakni pada tanggal 21 Maret
2006. Selama tiga tahun PBM ini telah disosialisasikan,
diimplementasikan, dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk menghimpun evaluasi implementasi
PBM dalam berbagai aspeknya. Harapan saya dalam
memberikan evaluasi itu jangan lupa mengemukakan solusi-solusinya,
termasuk kesulitan-kesulitan yang dialami di
daerah-daerah. Saya yakin dengan keterbukaan, keikhlasan,
dan semangat kebersamaan insya Allah semua masalah yang
ada dapat diatasi bersama.

Pada intinya, lahirnya PBM mempunyai tujuan untuk
memelihara dan mengembangkan kerukunan umat
beragama. Tentu tidak ada seorangpun yang bijak menolak
terpeliharanya kerukunan. Kalau ada orang yang menyatakan
bahwa adanya PBM 2006 ini mengurangi hak-hak kebebasan
beragama, itu pendapat kurang bijak. Saya ingin menegaskan
di sini, kerukunan umat beragama tidak boleh dan tidak akan
mematikan kebebasan beragama. Sebaliknya, kebebasan
beragama jangan sekali-kali menimbulkan hancurnya kerukunan umat beragama.
Kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama harus diletakkan dalam konteks
persatuan dan kesatuan bangsa di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang tidak terkotak-kotak dan terpisah-pisah.

Dalam hubungan ini, saya ingin mengingatkan kembali
beberapa prinsip yang dianut oleh PBM ini, yaitu:
1. Meskipun PBM ini ditandatangani oleh Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri, tetapi pada hakikatnya
merupakan kesepakatan majelis-majelis agama tingkat
pusat. Seperti diketahui, untuk menyusun PBM ini telah
dilakukan pembahasan selama 11 kali putaran,
berlangsung sejak Oktober 2005 sampai dengan Maret
2006, dan masing-masing majelis agama (MUI, PGI,
KWI, PHDI, dan WALUBI) diwakili oleh dua orang.
2. Prinsip penerbitan PBM tidak melanggar kebebasan
beragama yang dijamin oleh UUD 1945. Pengaturan
pendirian rumah ibadat dalam PBM ini tidak melanggar
jaminan kebebasan beragama sebagaimana ditegaskan
oleh UUD 1945, karena yang diatur dalam PBM ini
hanyalah pengadministrasian untuk mengetahui siapa
yang hendak menggunakan suatu rumah ibadat yang
hendak dibangun. Lagipula persyaratan 90 calon
pengguna itu apabila tidak dapat dipenuhi pada tingkat
desa, maka penghitungannya dapat dilakukan pada
tingkat kecamatan, kabupaten/kota, atau provinsi,
sehingga pada hakikatnya tidak ada pembatasan
pembangunan rumah ibadat.
3. PBM ini pengaturannya tidak menimbulkan multitafsir,
sehingga PBM dapat dipahami secara utuh tanpa
memerlukan peraturan tambahan kecuali buku tanya
jawab dan peraturan gubernur.
4. PBM mengedepankan prinsip pembangunan kerukunan
secara bersama-sama oleh umat beragama dan
Pemerintah. Karena itu, PBM juga bersifat memberdayakan
pemuka agama, termasuk melalui FKUB.
5. PBM memberikan kepastian pelayanan secara adil, jelas,
dan terukur kepada pemohon pendirian rumah ibadat.
Setiap permohonan rumah ibadat harus direspon olah
pemerintah dalam 90 hari.
6. PBM memegang prinsip tentang pentingnya memelihara
kerukunan umat beragama, serta memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

Selanjutnya saya juga ingin mengingatkan bahwa tugas
FKUB sebagai pengejawantahan peran pemuka agama di
daerah, bukan saja memberikan rekomendasi pendirian
rumah ibadat, melainkan lebih luas dari itu sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 PBM tersebut, yaitu:
1. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh
masyarakat;
2. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi
masyarakat;
3. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat
dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan
gubernur; dan
4. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan
dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan
dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat.
5. Khusus untuk FKUB kabupaten/kota, memberikan
rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah
ibadat.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Forum ini saya anggap penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara, karena momentumnya yang tepat.
Paling tidak ada 3 hal yang sedang dan akan dihadapi oleh
bangsa dalam waktu dekat ini yakni: (1) pemilihan umum
yang aman dan sukses; (2) dampak krisis ekonomi global
yang berakumulasi dalam berbagai sektor dan (3)
problematika kehidupan keagamaan yang semakin
kompleks. Menghadapi tantangan-tantangan tersebut di atas
umat beragama, terutama pemuka agama, semakin ditantang
dan dituntut kebersamaan dan kekompakan mereka dalam
mengantisipasi dan mencegah terjadinya ekses-ekses negatif
yang dapat mengganggu kerukunan yang selama ini telah
kita bina. Oleh karena itu kerukunan yang esensial dan
fungsional harus dibangun dan dipelihara secara sadar dan
terarah oleh kita bersama agar tidak mudah meleleh karena
sengatan panasnya politik dan ekonomi, atau menjadi lapuk
karena terpaan badai moral dan budaya yang bertentangan
dengan nilai-nilai ajaran agama.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Pengalaman sejarah masa lalu, di saat-saat menjelang
Pemilu masyarakat beragama sering di ombang-ambingkan
oleh partai peserta yang menawarkan janji politiknya. Umat
beragama sering di belah-belah atau di sekat-sekat untuk
berkompetisi menyalurkan aspirasi. Bahkan umat beragama
semua dilibatkan untuk menghimpun dukungan suara.
Tindakan tersebut boleh jadi wajar dan biasa terjadi, namun
menjadi tidak wajar kalau berakibat memanaskan sentimen
keagamaan, sentimen golongan, sentimen keluarga dan
tetangga. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka yang
dapat menjadi korban adalah keharmonisan dan ketentraman
umat beragama.
Disinilah perlunya peran penyelaras dan mediator dari
para pemuka agama terutama yang dimainkan oleh Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) baik di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota maupun forum sejenis di tingkat
kecamatan serta desa. Para pemuka agama harus
membimbing umat bahwa pilihan politik adalah hak pribadi
warga negara, tapi janganlah dikaitkan dengan agama.
Pemilu adalah pelaksanaan sesaat untuk memilih, yang
bersifat rahasia dan pribadi, oleh karena itu janganlah proses
memilih yang sesaat itu mengorbankan kerukunan yang
bersifat abadi. Kepentingan yang temporer tidaklah harus
mengorbankan kepentingan jangka panjang bangsa ini.
Pilihan politik adalah pilihan pribadi dan jangan sampai
mengorbankan kepentingan masyarakat yang membutuhkan
ketentraman, ketenangan dan persaudaraan. Kepentingan
membela partai adalah kepentingan golongan atau
kelompok, tetapi jangan sampai merusak sendi-sendi
persatuan bangsa dan keutuhan tanah air Republik Indonesia.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Kerukunan umat beragama yang kita miliki sekarang ini
adalah modal yang amat berharga bagi kelangsungan
kehidupan kita sebagai bangsa. Kerukunan umat beragama
yang kita miliki sekarang ini mungkin saja masih kita
rasakan belum sempurna. Namun dengan segala suka
dukanya kerukunan umat beragama di Indonesia dianggap
sebagai yang terbaik dalam pengamatan masyarakat
internasional. Bahkan Indonesia dinilai sebagai laboratorium
kerukunan umat beragama. Paling tidak, itulah penilaian
yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Italia, H.E.
Franco Frattini, dan pendiri Komunitas Sant’ Egidio, Dr.
Andrea Riccardi, dalam pidato mereka pada pembukaan
seminar internasional bertema “Unity in Diversity: the
Indonesian Model for a Society in which to Live Together”,
yang diselenggarakan oleh Kemlu Italia bekerjasama dengan
Komunitas Sant’ Egidio pada tanggal 4 Maret 2009 yang
lalu, di Roma. Tentu saja, atas pujian-pujian itu kita harus
tetap waspada dan mawas diri karena kerukunan adalah
sesuatu yang sangat dinamis dan dapat cepat berubah.
Karena itu, kerukunan umat beragama harus selalu kita jaga
dan pelihara. Kita harus bertekad untuk terus
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kita harus bertekad
pula untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara agar
menjadi bangsa yang maju dan modern. Dalam kaitan ini,
saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan
majelis-majelis agama tingkat pusat pada khususnya dan
semua pemuka agama pada umumnya yang tak henti-hentinya
terus berupaya bersama Pemerintah mempertahankan kerukunan
umat beragama itu.

Saudara-Saudara, peserta lokakarya yang saya hormati,
Demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan
dalam kesempatan ini. Akhirnya, dengan membaca
Bismillahirrahmanirrahim, Lokakarya Nasional Penyusunan
Pola Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama Melalui
Peran Kelembagaan FKUB, saya nyatakan di buka secara
resmi. Selamat berlokakarya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Jakarta, 20 Maret 2009
Menteri Agama RI,
Ttd
Muhammad M. Basyuni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar